Bismillah,... smga bermanfaat guyz!
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kematian
adalah suatu peristiwa yang pasti terjadi dalam kehidupan umat manusia.
Kematian merupakan ketentuan Allah atas segala makhluk hidup di permukaan bumi
ini, sehingga manusia perlu membekali, mempersiapkan diri terutama amalnya di
dunia ini. Seiring
dengan perkembangan Zaman dan teknologi, banyak manusia yang tertipu oleh daya
tarik dunia ini yang sesungguhnya dunia ini hanya tempat persinggahan kita yang
sementara sedangkan tempat kita yang abadi dan kekal adalah di akhirat kelak.
Banyak orang yang tidak percaya akan adanya akhirat sehingga menyepelekan
masalah yang satu ini, ada pula yang dikarenakan perkembangan zaman hingga
banyak orang melupakan akan akhirat sehingga kondisi seperti ini akan terjadi terus
menerus dan turun menurun yang mengakibatkan rusaknya akidah-akidah Islam yang
tidak lain yang merusaknya adalah orang Islam itu sendiri. Lain juga akan
banyak generasi muda yang sebenarnya orang Islam tetapi tidak tahu bagaimana
caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang tidak tahu bagaimana caranya sholat
dan mengaji. Naudzubillahiminzalik.
Oleh karena itu, di
dalam makalah ini akan dijelaskan tentang bagaimana kewajiban kita terhadap
janazah, yang mencakup di dalamnya tentang cara memandikan janazah, mengkafani
janazah, menshalatkan janazah, dan terakhir memakamkan janazah.
B. Rumusan
Pembahasan
Dalam makalah ini
penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana cara memandikan janazah ?
2.
Bagaimana cara mengkafani janazah ?
C. Tujuan
Pembahasan
Dalam makalah ini,
terdapat beberapa tujuan, di antaranya :
1. Untuk
mengetahui cara memandikan janazah.
2. Untuk
mengetahui cara mengkafani janazah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.1 Memandikan Jenazah
Apabila ada
orang Islam meninggal dunia, maka orang-orang Islam wajib ( fardhu kifayah),
artinya sesuatu perbuatan yang cukup dikerjakan oleh beberapa orang saja, atau
apabila sesuatu perbuatan itu telah dilakukan oleh seseorang, maka gugurlah
yang lain dari kewajibannya. Akan tetapi apabila jenazah itu sampai terlantar,
tidak ada yang melaksanakan, maka semua kaum muslimin yang ada berdosa
semuanya. Kewajiban pertama yang harus dilakukan
terhadap jenazah adalah memandikannya. Salah satu petunjuk dalam memandikan jenazah
terdapat dalam hadist yang artinya”
Mandikanlah dia dengan air serta daun bidara (atau sesuatu yang dapat membersihkan seperti sabun). ( H.R. Bukhori :1186).[1]
Mandikanlah dia dengan air serta daun bidara (atau sesuatu yang dapat membersihkan seperti sabun). ( H.R. Bukhori :1186).[1]
Seorang muslim
tidak boleh memandikan orang kafir, dan tidak pula mempersiapkan apapun dalam
kematiannya. Ia hanya boleh menimbunnya ke dalam tanah jika tidak ada seorang
kafirpun yang menguburnya.
A.2 Syarat Mayat Yang
Dimandikan
1.
Muslim
Adapun bagi
orang nonmuslim tidak wajib dimandikan. Akan tetapi jka keluarganya muslim,
Imam Syafi’I membolehkan memandikan mayat walaupun kafir dan juga upacara Islam
lain dengan pertimbangan asal hukum adat atau tradisi setempat. Ketentuan ini
dilihat dari perspektif:
a)
Mandi itu sebagai ibadah, sehingga orang kafir tidak boleh dimandikan.
b)
Sebagai sarana nadzafat (pembersih), maka boleh dimandikan, walau kafir
sekalipun.
2.
Tubuhnya masih ada walaupun hanya sebagian yang ditemukan, misalnya karena peristiwa
kecelakaan,
3.
Tidak mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Allah).
Seperti dijelaskan dalam hadits Nabi yang artinya”Saya menjadi saksi atas mereka (yang mati dalam perang
Uhud) pada hari kiamat. Lalu Rasulullah memerintahkan orang-orang yang gugur
dalam Perang Uhud, supaya dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan, dan
tidak disalatkan. (H.R al-Bukhari: 3771).
4.
Manusia sempurna,
bukan mayat bayi yang Dalam keguguran dan lahir dalam keadaan tidak bernyawa
(mati) sudah sempurna pendengarannya, dan pada waktu lahir sempat bersuara
walaupun sedikit. Sedangkan apabila terjadi keguguran, sebelum empat bulan
dalam kandungan, tidak wajib dimandikan. Dan apabila sudah lebih dari empat
bulan maka dapat disimpulkan, yakni wajib mandi (dimandikan) terutama apabila
telah memenuhi criteria berikut:
a)
Sempurna anatomi
tubuhnya.
b)
Sempat mengalami
hidup walaupun hanya sesaat.
c)
Walaupun anggota
tubuh belum sempurna benar, tetapi sudah sempat hidup.
d)
Mencapai 6 bulan
atau lebih dalam kandungan (bagi Imam Syafi’i).
e)
Masih ada (didapati)
anggota tubuhnya walaupun sedikit (secuil). Hal ini mungkin bisa terjadi
dikarenakan tubuh mayat hilang, sakit terbakar, dimakan binatang, kecelakaan
dan sebagainya. Maka syaratnya dimandikan, yaitu apabila sebagian yang
ditemukan itu mengandung tulang atau yang melingkupi hati (bagian dada dan dll)
ataupun serpihan daging sekecil apapun.
5.
Ada air bersih
untuk memandikannya. Jika tidak mampu mendapatkan air maka tidak wajib
dimandikan, cukup ditayammumkan.
6.
Bila tidak
dimungkinkan untuk memandikannya (seperti pada orang yang mengalami luka bakar
dan uzur lain) cukup dilakukan penayammuman (ditayammumkan) sebagai
pengganti memandikan.
1.
Muslim, berakal dan balig.
2.
Mempunyai niat memandikan jenazah.
3.
Terpercaya, amanah, yang mengetahui cara dan
huku memandikan mayat sesui sunah yang diajarkan dan tidak menyebutkan sesuatu
aib tetapi harus merahasiakan sesuatu yang dilihatnya tidak baik. Dari Abdullah
bin Umar berkata, Rasulullag SAW bersabda:
“hendaklah orang-orang yang terpercaya yang memandikan mayat-mayat kalian.”
(HR. Ibnu Majah).
4.
Orang yang memandikan wajib sama jenis
kelaminnya, jadi kalau yang meninggal laki-laki, maka yang memandikan
laki-laki, demikian juga bila yang meninggal perempuan, maka yang berhak
memandikan adalah perempuan.
5.
Jika suami istri, maka suami boleh memandikan
istrinya, demikian juga sebaliknya.
6.
Jika suami istri bercerai dengan status tolak
ba’in, maka suami atau istri tidak boleh saling memandikan.
7.
Orang yang masih muhrim, boleh memandikan mayat
walaupun beda jenis.
8.
Adapun bila suami (istri) dan muhrim sama-sama
ada, maka yang berhak memandikannya adalah suami (istri) yang bersangkutan.
9.
Sedang bila dalam
kondisi talak raj’I dan istri berada dalam masa iddah, istri bisa memandikan
suami ataupun sebaliknya.
10. Sedang
apabila ada beberapa orang yang berhak memandikan (muhrim) maka yang lebih
berhak adalah yang mempunyai hubungan terdekat dengan si mayat dengan syarat
dia mengetahui aturan pelaksanaan memandikan mayat. Sedang bila tidak memenuhi
syarat maka bisa tejadi pemindahan hak kepada orang yang lebih bisa (punya
pengetahuan tentang itu dan bia dipercayai).
11. Bila
yang meninggal itu anak kecil, maka
a)
Bila anak laki-laki
berumur di bawah 4 tahun, manita boleh memandikannya. Menurut mazhab Imamiyah,
kebolehan berlaku jika usia anak di bawah 3 tahun. Sedang menurut madzhab
Hambali d bawah 7 tahun.
b)
Sedang bila yang
meninggal itu anak kecil perempuan di bawah usia 3 tahun, laki-laki boleh
memandikannya, lebih dari itu tidak. Menurut madzhab Maliki, di bawah usia 2,8
tahun.
12. Bila
ada wanita meninggal, sedang tidak ada lain selain lelaki yang bukan muhrimnya
atau bukan suaminya, atau juga sebaliknya, maka ada dua alternatife:
a)
Cukup ditayammumkan
saja sebagai ganti memandikan.
b)
Langsung dikuburkan
tanpa dimandikan.
Aturan-aturan
tersebut di atas dibuat sedemikian rupa karena larangan memandang badan (aurat)
lawan jenis berlaku secara mutlak, baik diwaktu hidup ataupun mati.
A.4. Syarat Sah
Memandikan Mayat[3]
1.
Niat dengan sighat,
“nawaitu an Ughsila hadza/hadzihil al-mayyitati, liraf’l hadatsil akbari
lillaahi ta’ala”
2.
Airnya suci mutlak
sehingga dapat menghilangkan najis di badan mayat.
3.
Tidak ada
sesuatupun yang menghalangi sampainya air ke badan atau jasad si mayat.
4.
Sunnah melepaskan
pakaian mayat, namun aurat harus tetap tertutup, bahkan menurut Imam Syafi’I,
sunah dimandikan dengan pakaian yang menutupi badan mayat.
A.5. Kewajiban Yang
Memandikan
Jika orang
yang memandikan jenazah mengetahui cacat dan cela orang yang meninggal, maka
seharusnya ia menutup mulut tentang hal tersebut, tidak mengatakan dan
menyebarkan cacat cela tersebut kepada orang lain sebagaimana hadits Nabi “Barangsiapa yang memandikan jenazah, dan ia
sempurnakan amanat, yakni tidak ia bukakan rahasianya yang tidak baik yang
terdapat ketika itu, maka keluarlah ia daripadanya dosanya, sebagaimana hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.”(HR. Ahmad).
Dalam salah
satu hadits shahih, Rasulllah menyebutkan bahwa, “Barang siapa yang menutup aib seorang muslim di dunia, maka Allah akan
menutup aibnya di dunia dan akhirat”.
Yang dimaksud
sitr (menutup) dalam hadits tersebut tidak lain adalah “menyembunyikan aib”.
A.6. Cara-cara
Memandikan Jenazah
a)
Mempersiapkan dahulu segala keperluan untuk mandi.
b)
Mempersiapkan air mutlak yaitu
Air suci dan mensucikan. Contohnya, air mata air, air hujan, air Sungai, air
Sumur.
c) Usahakan mayat
dihadapkan keaah kiblat dan pakaian mayat diganti dengan kain sarung dan kain
kain penutup tubuh mayat, termasuk muka mayat bila perlu disertai iat
memandikan mayat. Yang afdal mayat dimandikan dengan baju kurung, sehinggga
memperkecil kemungkinan terbukanya aurat.
d) Tempat memandikan sebaiknya pada
tempat tertutup, atau gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan dari pandangan umum.
Ditaburi wewangian, semisal dengan membakar dupa, yang berguna untuk mencegah
bau yang keluar dari tubuh mayit, selain juga karena ada Ulama yang berpendapat
supaya Malaikat turun memberikan rahmatnya.
e) Mereka yang memandikan jenazah
haruslah orang-orang yang dapat dipercaya.
f) Niatkan memandikan jenazah.
g) Mayat diwudlukan dengan niat “nawatu adaa al-wudlu’ u ‘ala hadzal mayyiti
lillahi ta’ala”
h) Pertama-tama bersihkan semua kotoran,
najis dari seluruh badan jenazah, sebersih-bersihnya dengan hati-hati dan
lembut. Sebaiknya memakai sarung tangan.
i) Tekan perut jenazah supaya feces-nya (kotoran) dapat keluar. Meekan
perutnya denga pelan-pelan kecuali orang yang hamil dan apabila keluar
kotorannya diambil dengan sobekan kain yang disediakan sampai bersih.
Memandikan dengan bilangan ganjil, 3, 5, 7, 9 atau lebih.
j) Sewaktu memandikan, mayat harus
diperlakukan lembut, termasuk dalam hal membalik, menggosok, menekan
melembutkan sendi-sendi dan segala sesuatu yang dilakukan sebagai rasa
pemuliaan.
k) Siram seluruh permukaan rambut
dan kulit jenazah secara merata sampai sela-sela jari dan lipatan kulit dengan
air bidara atau sabun.
l) Waktu memandikan sebaiknya di
sekitarnya diberi wangi-wangian yang dibakar seperti ratus/menyan arab, untuk
menghindari bau.
m) Menyiram
air ke seluruh anggota badan sebelah kanan, kemudian menyiram pada anggota
badan sebelah kiri, bersihkan dengan sabun atau daun bidara. Terakhir, siram
dengan air kapur barus dan wangi-wangian.
n) Apabila
janazahnya wanita, supaya rambut dijalin dikepang 3 bagan, waktu dimandikan.
Dan rambut diurai kembali pada waktu dikeramas.
o) Terakhir
wudlu’kan. Dengan cara mengucurkan air dari wajah sampai kaki.
p) Setelah
selesai memandikan dengan baik, bersihkan/keringkan badannya dengan haduk.
B.1. Mengafani Jenazah
Dalam sebuah
atsar dari Nabi, aisyah meriwayatkan bahwa sewaktu Rasulullah meninggal, beliau
dikafani 3 lapis kain putih. Dalil tentang kewajiban mengkafani jenazah adalah
riwayat dari aisyah” yang artinya “ Rasulullah dikafani dengan 3 lapis kain
putih yang terbuat dari kapas, di dalamnya tidak ada baju dan sorban.
Sedang kain
kafan yang dipakai hendaknya yang paling baik, sesuai dengan hadts Rasulullah,
“Jika kamu mengafani seseorang, maka perbaguslah kafannya.”(HR. Muslim).[4]
B.2. Persiapan Kain Kafan
1. Bagi
laki-laki terdiri dari tiga lapis/lembar, dengan princian:
a) Bagian
terdalam, kain lepas penutup pusar sampai lutut
b) Kain
baju yang menutup bahu sampai separuh paha, lebih utama lagi sampai separuh
betis, sebagai lapisan kedua.
c) Lapisan
terakhir adalah kain penutup seluruh bagian badan (kain pocong).
d) Atau
tanpa baju di mana lapisan terakhir adalah dua lapis kain lembaran.
2. Bagi perempuan, sebaiknya 5
lapis/lembar dengan perincian:
a) Lapisan
terdalam adalah kain basahan yang menutup bagian antara pusar sampai lutut.
b) Lapisan
kedua melputi kain kerudung dan baju kurung, yakni kain yang menutup bahu sampai
kaki (minimal sampai batas paha).
c) Lapisan
terakhir adalah 3 lemar kain atau pembungkus yang menutup seluruh badan.
Disamping
itu, harus dipersiapkan pula kain putih pengikat (tali), minimal 5 lembar dan
kapuk kapas untuk menutup lubang-lubang tubuh sebelum dibungkus kain kafan.
B.3. Perlengkapan mengafani jenazah
1. Bila
yang wafat dewasa hendaknya disediakan kain kafan 11 meter berwarna putih.
2. Kapas
kurang lebih ¼ kg atau secukupnya.
3. 2
(dua) ons kapur barus halus atau secukupnya.
4. Minyak
wangi.
5. Gunting
untuk memotong.
B.4. Syarat Kain Kafan
Syaratnya
hamper sama seperti pakaian penutup dalam shalat.
1. Kain
tersebut harus suci dari najis, kecuali najis yang dimaafkan, yaitu:
a) Darah
yang keluar dari luka bisul atau penyakit lainnya yang keluar tidak bisa dihindari
atau dicegah.
b) Bukan
darah yang berasal dari selain tubuh si mayat.
c) Najisnya
merupakan najis mukhaffafah.
2. Tidak
boleh terdapat unsure sutera atau emas.
3. Berasal
dari barang atau usaha yang halal.
B.5. Cara Mengafani Jenazah
1. Letakkan
tali pendek pada posisi kepala dan ujung kaki, 60 cm pada lutut dan tali
panjang pada perut dan dada.
2. Leakkan
dua lembar kafanseukuran tubuh jenazah di atas tali pocong, kain pertama
digeser kekanan, kain kedua digeser kekiri (spaya bisa melingkupi seluru
tubuh).
3. Letakkan
kain segitiga penutup kepala pada tali pocong kepala.
4. Letakkan
tali panjang melintang pada bagian perut, letakkan selempang kain untuk badan
dengan posisi lubang kepala tepat di bawah kain segitiga, dan tali pocong
kepala dan kain sarung pada perut sampai maa kaki.
5. Letakkan
kain cawat pada sambungan kain baju dan sarung untuk penutup kemaluan jenazah
lalu letakkan kapas lipat di atas cawat tersebut.
6. Taburi
seluruh bagian penutup tubuh jenazah dengan kapur barus dan minyak wangi
7. Jenazah
siap dikafani, letakkan jenazah pada posisi tengah kain dengan kepala tepat pada lubang baju
(perhatikan panjang tubuh dengan lipatan kain).
8. Lipat
kea rah perut kain bajunya, masukkan kepalanya lewat lubang yang ada.
9. Posisikan
tangan kanan di atas tangan kiri secara sedekap, lapisi sela jari-jarinya
dengan kapas.
10. Tutupi
lubang hidung dan telinga dengan kapas, tutup pula mata dan mulutnya dengan
kapas.
11. Pakaikan
tutup kepalanya, belitkan pada leher supaya tidak kendur.
12. Lipat ke
dalam kain baju sebelah anan dlu, bar yang kiri lipat pula kain sarung sebelah
kanan dulu baru yang kiri kemudian ikakan tali pinggangnya.
13. Lipat ke
dalam (balutkan) kain panjang sebelah kanan kemudian yang sebelah kiri, rapikan
balutannya.
14. Ikatlah
bagian ujung kaki setelah semua kain disatukan (pocong kaki) dengan tali simpul
satu kali pada sebelah kiri jemazah, kemudian gulng keatas kain yang diikat itu
sehingga membentuk kelopak besar.
15. Ikatlah
kaki pada lututnya dengan tali simpul satu kali pada bagian kiri jenazah.
16. Ikatlah
tali perut dengn tali simpul 1 kali pada bagian kiri jenazah.
17. Ikatlah
tali dada dengan tali simpul 1 kali pada bagian dadanya.
18. Ikatlah
tali pocng kepala setelah semua kain disatukan dengan tali simpul 1 kali pada
bagian kiri, gulung ke bawah kain yang diikkat itu sehingga membentuk kelopak.
19. Tutupi
jenazah tersebut dengan kain panjang.
20. Posisikan
jenazah menghadap kiblat, kepala membujur ke arah utara.
BAB III
KESIMPULAN
Kematian
adalah peristiwa yang kerap terjadi di sekitar kita. Karena memang setiap
manusia akan mati, seperti firman Alloh Azza wa Jalla :"Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati." (Ali Imran:185). Apa yang bisa dilakukan
kebanyakan orang? Kebanyakan orang hanya bisa melayat atau berta'ziah. Namun,
untuk urusan memandikan dan mengkafani jenazah boleh dibilang sangat sedikit
yang bisa melakukannya. Akhirnya, mereka menyerahkan tugas terebut kepada
petugas khusus yang didatangkan dari jauh untuk keperluan yang dimaksud.
Terkadang apa yang dilakukan petugas tersebut, baik memandikan maupun
mengkafaninya, tidak sesuai dengan Sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi
Wassalam , karena keawamannya akan sunnah. Apalagi, itu membutuhkan biaya
yang mungkin bisa memberatkan keluarga yang kurang mampu.
Karenanya,
setiap kaum Muslimin atau sebagiannya dituntut untuk mampu mengurus jenazah, mulai
dari memandikan, mengkafani dan menguburkannya. Tidak cukup sebatas itu, tapi
dilakukan sesuai dengan tuntunan Sunnah Rasulullah. Ini adalah kewajiban
kifayah, yang bila sudah ada yang melakukannya maka yang lainnya tidak berdosa.
Tetapi ini tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak mempelajari masalah ini.
Bukankah kita tidak ingin sunnah mengenai masalah ini lambat laun pudar, lalu
jenazah kaum Muslimin diurus oleh orang-orang yang bodoh tidak memiliki ilmu?
Tentu saja kita tidak mau.
Memandikan
jenazah harus seperti mandi junub, meratakan air ke seluruh tubuh setelah
membersihkan najis dengan air yang suci. Untuk lebih berhati-hati, agar
benar-benar rata, bisa diulang sampai tiga kali.
Jika seseorang
meninggal saat berihram tidak perlu diberi minyak wangi dan tidak ditutup
kepalanya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas mengenai orang yang jatuh dari
hewan tunggangannya kemudian lehernya patah, “Mandikanlah dia dengan air dan
daun bidara, serta kafankan dia dengan kedua pakaiannya, tapi janganlah kalian
mengolesinya dengan wewangian dan menutupi kepalanya karena pada hari kiamat
dia akan dibangkitkan dalam keadaan bertalbiyah.”
DAFTAR
PUSTAKA
Sholikhin Muhammad, 2009. Panduan
Lengkap Perawatan Jenazah. Yogyakarta: Mutiara Media.
Rasjid Sulaiman, 1994. Fiqhih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru
Algensindo.
A.Musthafa
Bisri, 2006. Fiqih Keseharian Gus Mus Cetakan Ke2. Ahcmad Ma’ruf Asrori (Edt.).
Surabaya: Khalista.
[1]
KH. Muhammad Sholikhin, Panduan Lengkap Perawatan Jenazah, (Yogyakarta:
Mutiara Media), 47.
[2]
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,
(Bandung: PT. Sinar Baru Al-Genrindo) 166
[3]
KH. Muhammad Sholikhin, Panduan Lengkap Perawatan Jenazah, (Yogyakarta:
Mutiara Media), 54.
[4]
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,
(Bandung: PT. Sinar Baru Al-Genrindo) 167
terimakasih,... untuk pngetahuan makalahnya bermanfaat,.. he he he
BalasHapusMantp
BalasHapus