Jumat, 30 November 2012


Bismillah,... smga bermanfaat guyz!

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kematian adalah suatu peristiwa yang pasti terjadi dalam kehidupan umat manusia. Kematian merupakan ketentuan Allah atas segala makhluk hidup di permukaan bumi ini, sehingga manusia perlu membekali, mempersiapkan diri terutama amalnya di dunia ini. Seiring dengan perkembangan Zaman dan teknologi, banyak manusia yang tertipu oleh daya tarik dunia ini yang sesungguhnya dunia ini hanya tempat persinggahan kita yang sementara sedangkan tempat kita yang abadi dan kekal adalah di akhirat kelak. Banyak orang yang tidak percaya akan adanya akhirat sehingga menyepelekan masalah yang satu ini, ada pula yang dikarenakan perkembangan zaman hingga banyak orang melupakan akan akhirat sehingga kondisi seperti ini akan terjadi terus menerus dan turun menurun yang mengakibatkan rusaknya akidah-akidah Islam yang tidak lain yang merusaknya adalah orang Islam itu sendiri. Lain juga akan banyak generasi muda yang sebenarnya orang Islam tetapi tidak tahu bagaimana caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang tidak tahu bagaimana caranya sholat dan mengaji. Naudzubillahiminzalik.
 Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang bagaimana kewajiban kita terhadap janazah, yang mencakup di dalamnya tentang cara memandikan janazah, mengkafani janazah, menshalatkan janazah, dan terakhir memakamkan janazah.

B.     Rumusan Pembahasan
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana cara memandikan janazah ?
2.      Bagaimana cara mengkafani janazah ?
C.    Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, terdapat beberapa tujuan, di antaranya :
1.      Untuk mengetahui cara memandikan janazah.
2.      Untuk mengetahui cara mengkafani janazah.












BAB II
PEMBAHASAN
A.1 Memandikan Jenazah
Apabila ada orang Islam meninggal dunia, maka orang-orang Islam wajib ( fardhu kifayah), artinya sesuatu perbuatan yang cukup dikerjakan oleh beberapa orang saja, atau apabila sesuatu perbuatan itu telah dilakukan oleh seseorang, maka gugurlah yang lain dari kewajibannya. Akan tetapi apabila jenazah itu sampai terlantar, tidak ada yang melaksanakan, maka semua kaum muslimin yang ada berdosa semuanya. Kewajiban pertama yang harus dilakukan terhadap jenazah adalah memandikannya. Salah satu petunjuk dalam memandikan jenazah terdapat dalam hadist yang artinya”
Mandikanlah dia dengan air serta daun bidara (atau sesuatu yang dapat membersihkan seperti
sabun). ( H.R. Bukhori :1186).[1]
Seorang muslim tidak boleh memandikan orang kafir, dan tidak pula mempersiapkan apapun dalam kematiannya. Ia hanya boleh menimbunnya ke dalam tanah jika tidak ada seorang kafirpun yang menguburnya.
A.2 Syarat Mayat Yang Dimandikan
1.      Muslim
Adapun bagi orang nonmuslim tidak wajib dimandikan. Akan tetapi jka keluarganya muslim, Imam Syafi’I membolehkan memandikan mayat walaupun kafir dan juga upacara Islam lain dengan pertimbangan asal hukum adat atau tradisi setempat. Ketentuan ini dilihat dari perspektif:
a) Mandi itu sebagai ibadah, sehingga orang kafir tidak boleh dimandikan.
b) Sebagai sarana nadzafat (pembersih), maka boleh dimandikan, walau kafir sekalipun.
2.      Tubuhnya masih ada walaupun hanya sebagian yang ditemukan, misalnya karena peristiwa kecelakaan,
3.      Tidak mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Allah). Seperti dijelaskan dalam hadits Nabi yang artinya”Saya menjadi saksi atas mereka (yang mati dalam perang Uhud) pada hari kiamat. Lalu Rasulullah memerintahkan orang-orang yang gugur dalam Perang Uhud, supaya dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan, dan tidak disalatkan. (H.R al-Bukhari: 3771).
4.      Manusia sempurna, bukan mayat bayi yang Dalam keguguran dan lahir dalam keadaan tidak bernyawa (mati) sudah sempurna pendengarannya, dan pada waktu lahir sempat bersuara walaupun sedikit. Sedangkan apabila terjadi keguguran, sebelum empat bulan dalam kandungan, tidak wajib dimandikan. Dan apabila sudah lebih dari empat bulan maka dapat disimpulkan, yakni wajib mandi (dimandikan) terutama apabila telah memenuhi criteria berikut:
a)      Sempurna anatomi tubuhnya.
b)      Sempat mengalami hidup walaupun hanya sesaat.
c)      Walaupun anggota tubuh belum sempurna benar, tetapi sudah sempat hidup.
d)     Mencapai 6 bulan atau lebih dalam kandungan (bagi Imam Syafi’i).
e)      Masih ada (didapati) anggota tubuhnya walaupun sedikit (secuil). Hal ini mungkin bisa terjadi dikarenakan tubuh mayat hilang, sakit terbakar, dimakan binatang, kecelakaan dan sebagainya. Maka syaratnya dimandikan, yaitu apabila sebagian yang ditemukan itu mengandung tulang atau yang melingkupi hati (bagian dada dan dll) ataupun serpihan daging sekecil apapun.
5.      Ada air bersih untuk memandikannya. Jika tidak mampu mendapatkan air maka tidak wajib dimandikan, cukup ditayammumkan.
6.      Bila tidak dimungkinkan untuk memandikannya (seperti pada orang yang mengalami luka bakar dan uzur lain) cukup dilakukan penayammuman (ditayammumkan) sebagai pengganti  memandikan.
A.3. Syarat Orang yang Memandikan dan Ketentuannya[2]
1.      Muslim, berakal dan balig.
2.      Mempunyai niat memandikan jenazah.
3.      Terpercaya, amanah, yang mengetahui cara dan huku memandikan mayat sesui sunah yang diajarkan dan tidak menyebutkan sesuatu aib tetapi harus merahasiakan sesuatu yang dilihatnya tidak baik. Dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullag SAW bersabda: “hendaklah orang-orang yang terpercaya yang memandikan mayat-mayat kalian.” (HR. Ibnu Majah).
4.      Orang yang memandikan wajib sama jenis kelaminnya, jadi kalau yang meninggal laki-laki, maka yang memandikan laki-laki, demikian juga bila yang meninggal perempuan, maka yang berhak memandikan adalah perempuan.
5.      Jika suami istri, maka suami boleh memandikan istrinya, demikian juga sebaliknya.
6.      Jika suami istri bercerai dengan status tolak ba’in, maka suami atau istri tidak boleh saling memandikan.
7.      Orang yang masih muhrim, boleh memandikan mayat walaupun beda jenis.
8.      Adapun bila suami (istri) dan muhrim sama-sama ada, maka yang berhak memandikannya adalah suami (istri) yang bersangkutan.
9.      Sedang bila dalam kondisi talak raj’I dan istri berada dalam masa iddah, istri bisa memandikan suami ataupun sebaliknya.
10.  Sedang apabila ada beberapa orang yang berhak memandikan (muhrim) maka yang lebih berhak adalah yang mempunyai hubungan terdekat dengan si mayat dengan syarat dia mengetahui aturan pelaksanaan memandikan mayat. Sedang bila tidak memenuhi syarat maka bisa tejadi pemindahan hak kepada orang yang lebih bisa (punya pengetahuan tentang itu dan bia dipercayai).
11.  Bila yang meninggal itu anak kecil, maka
a)      Bila anak laki-laki berumur di bawah 4 tahun, manita boleh memandikannya. Menurut mazhab Imamiyah, kebolehan berlaku jika usia anak di bawah 3 tahun. Sedang menurut madzhab Hambali d bawah 7 tahun.
b)      Sedang bila yang meninggal itu anak kecil perempuan di bawah usia 3 tahun, laki-laki boleh memandikannya, lebih dari itu tidak. Menurut madzhab Maliki, di bawah usia 2,8 tahun.
12.  Bila ada wanita meninggal, sedang tidak ada lain selain lelaki yang bukan muhrimnya atau bukan suaminya, atau juga sebaliknya, maka ada dua alternatife:
a)      Cukup ditayammumkan saja sebagai ganti memandikan.
b)      Langsung dikuburkan tanpa dimandikan.
Aturan-aturan tersebut di atas dibuat sedemikian rupa karena larangan memandang badan (aurat) lawan jenis berlaku secara mutlak, baik diwaktu hidup ataupun mati.
A.4. Syarat Sah Memandikan Mayat[3]
1.      Niat dengan sighat, “nawaitu an Ughsila hadza/hadzihil al-mayyitati, liraf’l hadatsil akbari lillaahi ta’ala”
2.      Airnya suci mutlak sehingga dapat menghilangkan najis di badan mayat.
3.      Tidak ada sesuatupun yang menghalangi sampainya air ke badan atau jasad si mayat.
4.      Sunnah melepaskan pakaian mayat, namun aurat harus tetap tertutup, bahkan menurut Imam Syafi’I, sunah dimandikan dengan pakaian yang menutupi badan mayat.
A.5. Kewajiban Yang Memandikan
Jika orang yang memandikan jenazah mengetahui cacat dan cela orang yang meninggal, maka seharusnya ia menutup mulut tentang hal tersebut, tidak mengatakan dan menyebarkan cacat cela tersebut kepada orang lain sebagaimana hadits Nabi “Barangsiapa yang memandikan jenazah, dan ia sempurnakan amanat, yakni tidak ia bukakan rahasianya yang tidak baik yang terdapat ketika itu, maka keluarlah ia daripadanya dosanya, sebagaimana hari  ketika ia dilahirkan oleh ibunya.”(HR. Ahmad).
Dalam salah satu hadits shahih, Rasulllah menyebutkan bahwa, “Barang siapa yang menutup aib seorang muslim di dunia, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat”.
Yang dimaksud sitr (menutup) dalam hadits tersebut tidak lain adalah “menyembunyikan aib”.
A.6. Cara-cara Memandikan Jenazah
a)      Mempersiapkan dahulu segala keperluan untuk mandi.
b)      Mempersiapkan air mutlak  yaitu Air suci dan mensucikan. Contohnya, air mata air, air hujan, air Sungai, air Sumur.
c)  Usahakan mayat dihadapkan keaah kiblat dan pakaian mayat diganti dengan kain sarung dan kain kain penutup tubuh mayat, termasuk muka mayat bila perlu disertai iat memandikan mayat. Yang afdal mayat dimandikan dengan baju kurung, sehinggga memperkecil kemungkinan terbukanya aurat.
d) Tempat memandikan sebaiknya pada tempat tertutup, atau gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan dari pandangan umum. Ditaburi wewangian, semisal dengan membakar dupa, yang berguna untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh mayit, selain juga karena ada Ulama yang berpendapat supaya Malaikat turun memberikan rahmatnya.
e) Mereka yang memandikan jenazah haruslah orang-orang yang dapat dipercaya.
f) Niatkan memandikan jenazah.
g) Mayat diwudlukan dengan niat “nawatu adaa al-wudlu’ u ‘ala hadzal mayyiti lillahi ta’ala”
h) Pertama-tama bersihkan semua kotoran, najis dari seluruh badan jenazah, sebersih-bersihnya dengan hati-hati dan lembut. Sebaiknya memakai sarung tangan.
i) Tekan perut jenazah supaya feces-nya (kotoran) dapat keluar. Meekan perutnya denga pelan-pelan kecuali orang yang hamil dan apabila keluar kotorannya diambil dengan sobekan kain yang disediakan sampai bersih. Memandikan dengan bilangan ganjil, 3, 5, 7, 9 atau lebih.
j) Sewaktu memandikan, mayat harus diperlakukan lembut, termasuk dalam hal membalik, menggosok, menekan melembutkan sendi-sendi dan segala sesuatu yang dilakukan sebagai rasa pemuliaan.
k) Siram seluruh permukaan rambut dan kulit jenazah secara merata sampai sela-sela jari dan lipatan kulit dengan air bidara atau sabun.
l) Waktu memandikan sebaiknya di sekitarnya diberi wangi-wangian yang dibakar seperti ratus/menyan arab, untuk menghindari bau.
m) Menyiram air ke seluruh anggota badan sebelah kanan, kemudian menyiram pada anggota badan sebelah kiri, bersihkan dengan sabun atau daun bidara. Terakhir, siram dengan air kapur barus dan wangi-wangian.
n)  Apabila janazahnya wanita, supaya rambut dijalin dikepang 3 bagan, waktu dimandikan. Dan rambut diurai kembali pada waktu dikeramas.
o)  Terakhir wudlu’kan. Dengan cara mengucurkan air dari wajah sampai kaki.
p)  Setelah selesai memandikan dengan baik, bersihkan/keringkan badannya dengan haduk.
B.1. Mengafani Jenazah
Dalam sebuah atsar dari Nabi, aisyah meriwayatkan bahwa sewaktu Rasulullah meninggal, beliau dikafani 3 lapis kain putih. Dalil tentang kewajiban mengkafani jenazah adalah riwayat dari aisyah” yang artinya “ Rasulullah dikafani dengan 3 lapis kain putih yang terbuat dari kapas, di dalamnya tidak ada baju dan sorban.
Sedang kain kafan yang dipakai hendaknya yang paling baik, sesuai dengan hadts Rasulullah, “Jika kamu mengafani seseorang, maka perbaguslah kafannya.”(HR. Muslim).[4]
B.2. Persiapan Kain Kafan
1. Bagi laki-laki terdiri dari tiga lapis/lembar, dengan princian:
a)      Bagian terdalam, kain lepas penutup pusar sampai lutut
b)      Kain baju yang menutup bahu sampai separuh paha, lebih utama lagi sampai separuh betis, sebagai lapisan kedua.
c)      Lapisan terakhir adalah kain penutup seluruh bagian badan (kain pocong).
d)     Atau tanpa baju di mana lapisan terakhir adalah dua lapis kain lembaran.
2. Bagi perempuan, sebaiknya 5 lapis/lembar dengan perincian:
a)      Lapisan terdalam adalah kain basahan yang menutup bagian antara pusar sampai lutut.
b)      Lapisan kedua melputi kain kerudung dan baju kurung, yakni kain yang menutup bahu sampai kaki (minimal sampai batas paha).
c)      Lapisan terakhir adalah 3 lemar kain atau pembungkus yang menutup seluruh badan.
Disamping itu, harus dipersiapkan pula kain putih pengikat (tali), minimal 5 lembar dan kapuk kapas untuk menutup lubang-lubang tubuh sebelum dibungkus kain kafan.
B.3. Perlengkapan mengafani jenazah
1.      Bila yang wafat dewasa hendaknya disediakan kain kafan 11 meter berwarna putih.
2.      Kapas kurang lebih ¼ kg atau secukupnya.
3.      2 (dua) ons kapur barus halus atau secukupnya.
4.      Minyak wangi.
5.      Gunting untuk memotong.
B.4. Syarat Kain Kafan
Syaratnya hamper sama seperti pakaian penutup dalam shalat.
1.      Kain tersebut harus suci dari najis, kecuali najis yang dimaafkan, yaitu:
a)      Darah yang keluar dari luka bisul atau penyakit lainnya yang keluar tidak bisa dihindari atau dicegah.
b)      Bukan darah yang berasal dari selain tubuh si mayat.
c)      Najisnya merupakan najis mukhaffafah.
2.      Tidak boleh terdapat unsure sutera atau emas.
3.      Berasal dari barang atau usaha yang halal.
B.5. Cara Mengafani Jenazah
1.      Letakkan tali pendek pada posisi kepala dan ujung kaki, 60 cm pada lutut dan tali panjang pada perut dan dada.
2.      Leakkan dua lembar kafanseukuran tubuh jenazah di atas tali pocong, kain pertama digeser kekanan, kain kedua digeser kekiri (spaya bisa melingkupi seluru tubuh).
3.      Letakkan kain segitiga penutup kepala pada tali pocong kepala.
4.      Letakkan tali panjang melintang pada bagian perut, letakkan selempang kain untuk badan dengan posisi lubang kepala tepat di bawah kain segitiga, dan tali pocong kepala dan kain sarung pada perut sampai maa kaki.
5.      Letakkan kain cawat pada sambungan kain baju dan sarung untuk penutup kemaluan jenazah lalu letakkan kapas lipat di atas cawat tersebut.
6.      Taburi seluruh bagian penutup tubuh jenazah dengan kapur barus dan minyak wangi
7.      Jenazah siap dikafani, letakkan jenazah pada posisi tengah kain  dengan kepala tepat pada lubang baju (perhatikan panjang tubuh dengan lipatan kain).
8.      Lipat kea rah perut kain bajunya, masukkan kepalanya lewat lubang yang ada.
9.      Posisikan tangan kanan di atas tangan kiri secara sedekap, lapisi sela jari-jarinya dengan kapas.
10.  Tutupi lubang hidung dan telinga dengan kapas, tutup pula mata dan mulutnya dengan kapas.
11.  Pakaikan tutup kepalanya, belitkan pada leher supaya tidak kendur.
12.  Lipat ke dalam kain baju sebelah anan dlu, bar yang kiri lipat pula kain sarung sebelah kanan dulu baru yang kiri kemudian ikakan tali pinggangnya.
13.  Lipat ke dalam (balutkan) kain panjang sebelah kanan kemudian yang sebelah kiri, rapikan balutannya.
14.  Ikatlah bagian ujung kaki setelah semua kain disatukan (pocong kaki) dengan tali simpul satu kali pada sebelah kiri jemazah, kemudian gulng keatas kain yang diikat itu sehingga membentuk kelopak besar.
15.  Ikatlah kaki pada lututnya dengan tali simpul satu kali pada bagian kiri jenazah.
16.  Ikatlah tali perut dengn tali simpul 1 kali pada bagian kiri jenazah.
17.  Ikatlah tali dada dengan tali simpul 1 kali pada bagian dadanya.
18.  Ikatlah tali pocng kepala setelah semua kain disatukan dengan tali simpul 1 kali pada bagian kiri, gulung ke bawah kain yang diikkat itu sehingga membentuk kelopak.
19.  Tutupi jenazah tersebut dengan kain panjang.
20.  Posisikan jenazah menghadap kiblat, kepala membujur ke arah utara.

BAB III
KESIMPULAN
Kematian adalah peristiwa yang kerap terjadi di sekitar kita. Karena memang setiap manusia akan mati, seperti firman Alloh Azza wa Jalla :"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (Ali Imran:185). Apa yang bisa dilakukan kebanyakan orang? Kebanyakan orang hanya bisa melayat atau berta'ziah. Namun, untuk urusan memandikan dan mengkafani jenazah boleh dibilang sangat sedikit yang bisa melakukannya. Akhirnya, mereka menyerahkan tugas terebut kepada petugas khusus yang didatangkan dari jauh untuk keperluan yang dimaksud. Terkadang apa yang dilakukan petugas tersebut, baik memandikan maupun mengkafaninya, tidak sesuai  dengan Sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam , karena keawamannya akan sunnah.  Apalagi, itu membutuhkan biaya yang mungkin bisa memberatkan keluarga yang kurang mampu.
Karenanya, setiap kaum Muslimin atau sebagiannya dituntut untuk mampu mengurus jenazah, mulai dari memandikan, mengkafani dan menguburkannya. Tidak cukup sebatas itu, tapi dilakukan sesuai dengan tuntunan Sunnah Rasulullah. Ini adalah kewajiban kifayah, yang bila sudah ada yang melakukannya maka yang lainnya tidak berdosa. Tetapi ini tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak mempelajari masalah ini. Bukankah kita tidak ingin sunnah mengenai masalah ini lambat laun pudar, lalu jenazah kaum Muslimin diurus oleh orang-orang yang bodoh tidak memiliki ilmu? Tentu saja kita tidak mau.
Memandikan jenazah harus seperti mandi junub, meratakan air ke seluruh tubuh setelah membersihkan najis dengan air yang suci. Untuk lebih berhati-hati, agar benar-benar rata, bisa diulang sampai tiga kali.
Jika seseorang meninggal saat berihram tidak perlu diberi minyak wangi dan tidak ditutup kepalanya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas mengenai orang yang jatuh dari hewan tunggangannya kemudian lehernya patah, “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, serta kafankan dia dengan kedua pakaiannya, tapi janganlah kalian mengolesinya dengan wewangian dan menutupi kepalanya karena pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dalam keadaan bertalbiyah.”









DAFTAR PUSTAKA
Sholikhin Muhammad, 2009. Panduan Lengkap Perawatan Jenazah. Yogyakarta: Mutiara Media.
Rasjid Sulaiman, 1994. Fiqhih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
A.Musthafa Bisri, 2006. Fiqih Keseharian Gus Mus Cetakan Ke2. Ahcmad Ma’ruf Asrori (Edt.). Surabaya: Khalista.


[1] KH. Muhammad Sholikhin, Panduan  Lengkap Perawatan Jenazah, (Yogyakarta: Mutiara Media), 47.
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Al-Genrindo) 166
[3] KH. Muhammad Sholikhin, Panduan  Lengkap Perawatan Jenazah, (Yogyakarta: Mutiara Media), 54.
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Al-Genrindo) 167

2 komentar: