Jumat, 30 November 2012


Bismillah,... smga bermanfaat guyz!

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kematian adalah suatu peristiwa yang pasti terjadi dalam kehidupan umat manusia. Kematian merupakan ketentuan Allah atas segala makhluk hidup di permukaan bumi ini, sehingga manusia perlu membekali, mempersiapkan diri terutama amalnya di dunia ini. Seiring dengan perkembangan Zaman dan teknologi, banyak manusia yang tertipu oleh daya tarik dunia ini yang sesungguhnya dunia ini hanya tempat persinggahan kita yang sementara sedangkan tempat kita yang abadi dan kekal adalah di akhirat kelak. Banyak orang yang tidak percaya akan adanya akhirat sehingga menyepelekan masalah yang satu ini, ada pula yang dikarenakan perkembangan zaman hingga banyak orang melupakan akan akhirat sehingga kondisi seperti ini akan terjadi terus menerus dan turun menurun yang mengakibatkan rusaknya akidah-akidah Islam yang tidak lain yang merusaknya adalah orang Islam itu sendiri. Lain juga akan banyak generasi muda yang sebenarnya orang Islam tetapi tidak tahu bagaimana caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang tidak tahu bagaimana caranya sholat dan mengaji. Naudzubillahiminzalik.
 Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang bagaimana kewajiban kita terhadap janazah, yang mencakup di dalamnya tentang cara memandikan janazah, mengkafani janazah, menshalatkan janazah, dan terakhir memakamkan janazah.

B.     Rumusan Pembahasan
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana cara memandikan janazah ?
2.      Bagaimana cara mengkafani janazah ?
C.    Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, terdapat beberapa tujuan, di antaranya :
1.      Untuk mengetahui cara memandikan janazah.
2.      Untuk mengetahui cara mengkafani janazah.












BAB II
PEMBAHASAN
A.1 Memandikan Jenazah
Apabila ada orang Islam meninggal dunia, maka orang-orang Islam wajib ( fardhu kifayah), artinya sesuatu perbuatan yang cukup dikerjakan oleh beberapa orang saja, atau apabila sesuatu perbuatan itu telah dilakukan oleh seseorang, maka gugurlah yang lain dari kewajibannya. Akan tetapi apabila jenazah itu sampai terlantar, tidak ada yang melaksanakan, maka semua kaum muslimin yang ada berdosa semuanya. Kewajiban pertama yang harus dilakukan terhadap jenazah adalah memandikannya. Salah satu petunjuk dalam memandikan jenazah terdapat dalam hadist yang artinya”
Mandikanlah dia dengan air serta daun bidara (atau sesuatu yang dapat membersihkan seperti
sabun). ( H.R. Bukhori :1186).[1]
Seorang muslim tidak boleh memandikan orang kafir, dan tidak pula mempersiapkan apapun dalam kematiannya. Ia hanya boleh menimbunnya ke dalam tanah jika tidak ada seorang kafirpun yang menguburnya.
A.2 Syarat Mayat Yang Dimandikan
1.      Muslim
Adapun bagi orang nonmuslim tidak wajib dimandikan. Akan tetapi jka keluarganya muslim, Imam Syafi’I membolehkan memandikan mayat walaupun kafir dan juga upacara Islam lain dengan pertimbangan asal hukum adat atau tradisi setempat. Ketentuan ini dilihat dari perspektif:
a) Mandi itu sebagai ibadah, sehingga orang kafir tidak boleh dimandikan.
b) Sebagai sarana nadzafat (pembersih), maka boleh dimandikan, walau kafir sekalipun.
2.      Tubuhnya masih ada walaupun hanya sebagian yang ditemukan, misalnya karena peristiwa kecelakaan,
3.      Tidak mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Allah). Seperti dijelaskan dalam hadits Nabi yang artinya”Saya menjadi saksi atas mereka (yang mati dalam perang Uhud) pada hari kiamat. Lalu Rasulullah memerintahkan orang-orang yang gugur dalam Perang Uhud, supaya dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan, dan tidak disalatkan. (H.R al-Bukhari: 3771).
4.      Manusia sempurna, bukan mayat bayi yang Dalam keguguran dan lahir dalam keadaan tidak bernyawa (mati) sudah sempurna pendengarannya, dan pada waktu lahir sempat bersuara walaupun sedikit. Sedangkan apabila terjadi keguguran, sebelum empat bulan dalam kandungan, tidak wajib dimandikan. Dan apabila sudah lebih dari empat bulan maka dapat disimpulkan, yakni wajib mandi (dimandikan) terutama apabila telah memenuhi criteria berikut:
a)      Sempurna anatomi tubuhnya.
b)      Sempat mengalami hidup walaupun hanya sesaat.
c)      Walaupun anggota tubuh belum sempurna benar, tetapi sudah sempat hidup.
d)     Mencapai 6 bulan atau lebih dalam kandungan (bagi Imam Syafi’i).
e)      Masih ada (didapati) anggota tubuhnya walaupun sedikit (secuil). Hal ini mungkin bisa terjadi dikarenakan tubuh mayat hilang, sakit terbakar, dimakan binatang, kecelakaan dan sebagainya. Maka syaratnya dimandikan, yaitu apabila sebagian yang ditemukan itu mengandung tulang atau yang melingkupi hati (bagian dada dan dll) ataupun serpihan daging sekecil apapun.
5.      Ada air bersih untuk memandikannya. Jika tidak mampu mendapatkan air maka tidak wajib dimandikan, cukup ditayammumkan.
6.      Bila tidak dimungkinkan untuk memandikannya (seperti pada orang yang mengalami luka bakar dan uzur lain) cukup dilakukan penayammuman (ditayammumkan) sebagai pengganti  memandikan.
A.3. Syarat Orang yang Memandikan dan Ketentuannya[2]
1.      Muslim, berakal dan balig.
2.      Mempunyai niat memandikan jenazah.
3.      Terpercaya, amanah, yang mengetahui cara dan huku memandikan mayat sesui sunah yang diajarkan dan tidak menyebutkan sesuatu aib tetapi harus merahasiakan sesuatu yang dilihatnya tidak baik. Dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullag SAW bersabda: “hendaklah orang-orang yang terpercaya yang memandikan mayat-mayat kalian.” (HR. Ibnu Majah).
4.      Orang yang memandikan wajib sama jenis kelaminnya, jadi kalau yang meninggal laki-laki, maka yang memandikan laki-laki, demikian juga bila yang meninggal perempuan, maka yang berhak memandikan adalah perempuan.
5.      Jika suami istri, maka suami boleh memandikan istrinya, demikian juga sebaliknya.
6.      Jika suami istri bercerai dengan status tolak ba’in, maka suami atau istri tidak boleh saling memandikan.
7.      Orang yang masih muhrim, boleh memandikan mayat walaupun beda jenis.
8.      Adapun bila suami (istri) dan muhrim sama-sama ada, maka yang berhak memandikannya adalah suami (istri) yang bersangkutan.
9.      Sedang bila dalam kondisi talak raj’I dan istri berada dalam masa iddah, istri bisa memandikan suami ataupun sebaliknya.
10.  Sedang apabila ada beberapa orang yang berhak memandikan (muhrim) maka yang lebih berhak adalah yang mempunyai hubungan terdekat dengan si mayat dengan syarat dia mengetahui aturan pelaksanaan memandikan mayat. Sedang bila tidak memenuhi syarat maka bisa tejadi pemindahan hak kepada orang yang lebih bisa (punya pengetahuan tentang itu dan bia dipercayai).
11.  Bila yang meninggal itu anak kecil, maka
a)      Bila anak laki-laki berumur di bawah 4 tahun, manita boleh memandikannya. Menurut mazhab Imamiyah, kebolehan berlaku jika usia anak di bawah 3 tahun. Sedang menurut madzhab Hambali d bawah 7 tahun.
b)      Sedang bila yang meninggal itu anak kecil perempuan di bawah usia 3 tahun, laki-laki boleh memandikannya, lebih dari itu tidak. Menurut madzhab Maliki, di bawah usia 2,8 tahun.
12.  Bila ada wanita meninggal, sedang tidak ada lain selain lelaki yang bukan muhrimnya atau bukan suaminya, atau juga sebaliknya, maka ada dua alternatife:
a)      Cukup ditayammumkan saja sebagai ganti memandikan.
b)      Langsung dikuburkan tanpa dimandikan.
Aturan-aturan tersebut di atas dibuat sedemikian rupa karena larangan memandang badan (aurat) lawan jenis berlaku secara mutlak, baik diwaktu hidup ataupun mati.
A.4. Syarat Sah Memandikan Mayat[3]
1.      Niat dengan sighat, “nawaitu an Ughsila hadza/hadzihil al-mayyitati, liraf’l hadatsil akbari lillaahi ta’ala”
2.      Airnya suci mutlak sehingga dapat menghilangkan najis di badan mayat.
3.      Tidak ada sesuatupun yang menghalangi sampainya air ke badan atau jasad si mayat.
4.      Sunnah melepaskan pakaian mayat, namun aurat harus tetap tertutup, bahkan menurut Imam Syafi’I, sunah dimandikan dengan pakaian yang menutupi badan mayat.
A.5. Kewajiban Yang Memandikan
Jika orang yang memandikan jenazah mengetahui cacat dan cela orang yang meninggal, maka seharusnya ia menutup mulut tentang hal tersebut, tidak mengatakan dan menyebarkan cacat cela tersebut kepada orang lain sebagaimana hadits Nabi “Barangsiapa yang memandikan jenazah, dan ia sempurnakan amanat, yakni tidak ia bukakan rahasianya yang tidak baik yang terdapat ketika itu, maka keluarlah ia daripadanya dosanya, sebagaimana hari  ketika ia dilahirkan oleh ibunya.”(HR. Ahmad).
Dalam salah satu hadits shahih, Rasulllah menyebutkan bahwa, “Barang siapa yang menutup aib seorang muslim di dunia, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat”.
Yang dimaksud sitr (menutup) dalam hadits tersebut tidak lain adalah “menyembunyikan aib”.
A.6. Cara-cara Memandikan Jenazah
a)      Mempersiapkan dahulu segala keperluan untuk mandi.
b)      Mempersiapkan air mutlak  yaitu Air suci dan mensucikan. Contohnya, air mata air, air hujan, air Sungai, air Sumur.
c)  Usahakan mayat dihadapkan keaah kiblat dan pakaian mayat diganti dengan kain sarung dan kain kain penutup tubuh mayat, termasuk muka mayat bila perlu disertai iat memandikan mayat. Yang afdal mayat dimandikan dengan baju kurung, sehinggga memperkecil kemungkinan terbukanya aurat.
d) Tempat memandikan sebaiknya pada tempat tertutup, atau gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan dari pandangan umum. Ditaburi wewangian, semisal dengan membakar dupa, yang berguna untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh mayit, selain juga karena ada Ulama yang berpendapat supaya Malaikat turun memberikan rahmatnya.
e) Mereka yang memandikan jenazah haruslah orang-orang yang dapat dipercaya.
f) Niatkan memandikan jenazah.
g) Mayat diwudlukan dengan niat “nawatu adaa al-wudlu’ u ‘ala hadzal mayyiti lillahi ta’ala”
h) Pertama-tama bersihkan semua kotoran, najis dari seluruh badan jenazah, sebersih-bersihnya dengan hati-hati dan lembut. Sebaiknya memakai sarung tangan.
i) Tekan perut jenazah supaya feces-nya (kotoran) dapat keluar. Meekan perutnya denga pelan-pelan kecuali orang yang hamil dan apabila keluar kotorannya diambil dengan sobekan kain yang disediakan sampai bersih. Memandikan dengan bilangan ganjil, 3, 5, 7, 9 atau lebih.
j) Sewaktu memandikan, mayat harus diperlakukan lembut, termasuk dalam hal membalik, menggosok, menekan melembutkan sendi-sendi dan segala sesuatu yang dilakukan sebagai rasa pemuliaan.
k) Siram seluruh permukaan rambut dan kulit jenazah secara merata sampai sela-sela jari dan lipatan kulit dengan air bidara atau sabun.
l) Waktu memandikan sebaiknya di sekitarnya diberi wangi-wangian yang dibakar seperti ratus/menyan arab, untuk menghindari bau.
m) Menyiram air ke seluruh anggota badan sebelah kanan, kemudian menyiram pada anggota badan sebelah kiri, bersihkan dengan sabun atau daun bidara. Terakhir, siram dengan air kapur barus dan wangi-wangian.
n)  Apabila janazahnya wanita, supaya rambut dijalin dikepang 3 bagan, waktu dimandikan. Dan rambut diurai kembali pada waktu dikeramas.
o)  Terakhir wudlu’kan. Dengan cara mengucurkan air dari wajah sampai kaki.
p)  Setelah selesai memandikan dengan baik, bersihkan/keringkan badannya dengan haduk.
B.1. Mengafani Jenazah
Dalam sebuah atsar dari Nabi, aisyah meriwayatkan bahwa sewaktu Rasulullah meninggal, beliau dikafani 3 lapis kain putih. Dalil tentang kewajiban mengkafani jenazah adalah riwayat dari aisyah” yang artinya “ Rasulullah dikafani dengan 3 lapis kain putih yang terbuat dari kapas, di dalamnya tidak ada baju dan sorban.
Sedang kain kafan yang dipakai hendaknya yang paling baik, sesuai dengan hadts Rasulullah, “Jika kamu mengafani seseorang, maka perbaguslah kafannya.”(HR. Muslim).[4]
B.2. Persiapan Kain Kafan
1. Bagi laki-laki terdiri dari tiga lapis/lembar, dengan princian:
a)      Bagian terdalam, kain lepas penutup pusar sampai lutut
b)      Kain baju yang menutup bahu sampai separuh paha, lebih utama lagi sampai separuh betis, sebagai lapisan kedua.
c)      Lapisan terakhir adalah kain penutup seluruh bagian badan (kain pocong).
d)     Atau tanpa baju di mana lapisan terakhir adalah dua lapis kain lembaran.
2. Bagi perempuan, sebaiknya 5 lapis/lembar dengan perincian:
a)      Lapisan terdalam adalah kain basahan yang menutup bagian antara pusar sampai lutut.
b)      Lapisan kedua melputi kain kerudung dan baju kurung, yakni kain yang menutup bahu sampai kaki (minimal sampai batas paha).
c)      Lapisan terakhir adalah 3 lemar kain atau pembungkus yang menutup seluruh badan.
Disamping itu, harus dipersiapkan pula kain putih pengikat (tali), minimal 5 lembar dan kapuk kapas untuk menutup lubang-lubang tubuh sebelum dibungkus kain kafan.
B.3. Perlengkapan mengafani jenazah
1.      Bila yang wafat dewasa hendaknya disediakan kain kafan 11 meter berwarna putih.
2.      Kapas kurang lebih ¼ kg atau secukupnya.
3.      2 (dua) ons kapur barus halus atau secukupnya.
4.      Minyak wangi.
5.      Gunting untuk memotong.
B.4. Syarat Kain Kafan
Syaratnya hamper sama seperti pakaian penutup dalam shalat.
1.      Kain tersebut harus suci dari najis, kecuali najis yang dimaafkan, yaitu:
a)      Darah yang keluar dari luka bisul atau penyakit lainnya yang keluar tidak bisa dihindari atau dicegah.
b)      Bukan darah yang berasal dari selain tubuh si mayat.
c)      Najisnya merupakan najis mukhaffafah.
2.      Tidak boleh terdapat unsure sutera atau emas.
3.      Berasal dari barang atau usaha yang halal.
B.5. Cara Mengafani Jenazah
1.      Letakkan tali pendek pada posisi kepala dan ujung kaki, 60 cm pada lutut dan tali panjang pada perut dan dada.
2.      Leakkan dua lembar kafanseukuran tubuh jenazah di atas tali pocong, kain pertama digeser kekanan, kain kedua digeser kekiri (spaya bisa melingkupi seluru tubuh).
3.      Letakkan kain segitiga penutup kepala pada tali pocong kepala.
4.      Letakkan tali panjang melintang pada bagian perut, letakkan selempang kain untuk badan dengan posisi lubang kepala tepat di bawah kain segitiga, dan tali pocong kepala dan kain sarung pada perut sampai maa kaki.
5.      Letakkan kain cawat pada sambungan kain baju dan sarung untuk penutup kemaluan jenazah lalu letakkan kapas lipat di atas cawat tersebut.
6.      Taburi seluruh bagian penutup tubuh jenazah dengan kapur barus dan minyak wangi
7.      Jenazah siap dikafani, letakkan jenazah pada posisi tengah kain  dengan kepala tepat pada lubang baju (perhatikan panjang tubuh dengan lipatan kain).
8.      Lipat kea rah perut kain bajunya, masukkan kepalanya lewat lubang yang ada.
9.      Posisikan tangan kanan di atas tangan kiri secara sedekap, lapisi sela jari-jarinya dengan kapas.
10.  Tutupi lubang hidung dan telinga dengan kapas, tutup pula mata dan mulutnya dengan kapas.
11.  Pakaikan tutup kepalanya, belitkan pada leher supaya tidak kendur.
12.  Lipat ke dalam kain baju sebelah anan dlu, bar yang kiri lipat pula kain sarung sebelah kanan dulu baru yang kiri kemudian ikakan tali pinggangnya.
13.  Lipat ke dalam (balutkan) kain panjang sebelah kanan kemudian yang sebelah kiri, rapikan balutannya.
14.  Ikatlah bagian ujung kaki setelah semua kain disatukan (pocong kaki) dengan tali simpul satu kali pada sebelah kiri jemazah, kemudian gulng keatas kain yang diikat itu sehingga membentuk kelopak besar.
15.  Ikatlah kaki pada lututnya dengan tali simpul satu kali pada bagian kiri jenazah.
16.  Ikatlah tali perut dengn tali simpul 1 kali pada bagian kiri jenazah.
17.  Ikatlah tali dada dengan tali simpul 1 kali pada bagian dadanya.
18.  Ikatlah tali pocng kepala setelah semua kain disatukan dengan tali simpul 1 kali pada bagian kiri, gulung ke bawah kain yang diikkat itu sehingga membentuk kelopak.
19.  Tutupi jenazah tersebut dengan kain panjang.
20.  Posisikan jenazah menghadap kiblat, kepala membujur ke arah utara.

BAB III
KESIMPULAN
Kematian adalah peristiwa yang kerap terjadi di sekitar kita. Karena memang setiap manusia akan mati, seperti firman Alloh Azza wa Jalla :"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (Ali Imran:185). Apa yang bisa dilakukan kebanyakan orang? Kebanyakan orang hanya bisa melayat atau berta'ziah. Namun, untuk urusan memandikan dan mengkafani jenazah boleh dibilang sangat sedikit yang bisa melakukannya. Akhirnya, mereka menyerahkan tugas terebut kepada petugas khusus yang didatangkan dari jauh untuk keperluan yang dimaksud. Terkadang apa yang dilakukan petugas tersebut, baik memandikan maupun mengkafaninya, tidak sesuai  dengan Sunnah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam , karena keawamannya akan sunnah.  Apalagi, itu membutuhkan biaya yang mungkin bisa memberatkan keluarga yang kurang mampu.
Karenanya, setiap kaum Muslimin atau sebagiannya dituntut untuk mampu mengurus jenazah, mulai dari memandikan, mengkafani dan menguburkannya. Tidak cukup sebatas itu, tapi dilakukan sesuai dengan tuntunan Sunnah Rasulullah. Ini adalah kewajiban kifayah, yang bila sudah ada yang melakukannya maka yang lainnya tidak berdosa. Tetapi ini tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak mempelajari masalah ini. Bukankah kita tidak ingin sunnah mengenai masalah ini lambat laun pudar, lalu jenazah kaum Muslimin diurus oleh orang-orang yang bodoh tidak memiliki ilmu? Tentu saja kita tidak mau.
Memandikan jenazah harus seperti mandi junub, meratakan air ke seluruh tubuh setelah membersihkan najis dengan air yang suci. Untuk lebih berhati-hati, agar benar-benar rata, bisa diulang sampai tiga kali.
Jika seseorang meninggal saat berihram tidak perlu diberi minyak wangi dan tidak ditutup kepalanya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas mengenai orang yang jatuh dari hewan tunggangannya kemudian lehernya patah, “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, serta kafankan dia dengan kedua pakaiannya, tapi janganlah kalian mengolesinya dengan wewangian dan menutupi kepalanya karena pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dalam keadaan bertalbiyah.”









DAFTAR PUSTAKA
Sholikhin Muhammad, 2009. Panduan Lengkap Perawatan Jenazah. Yogyakarta: Mutiara Media.
Rasjid Sulaiman, 1994. Fiqhih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
A.Musthafa Bisri, 2006. Fiqih Keseharian Gus Mus Cetakan Ke2. Ahcmad Ma’ruf Asrori (Edt.). Surabaya: Khalista.


[1] KH. Muhammad Sholikhin, Panduan  Lengkap Perawatan Jenazah, (Yogyakarta: Mutiara Media), 47.
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Al-Genrindo) 166
[3] KH. Muhammad Sholikhin, Panduan  Lengkap Perawatan Jenazah, (Yogyakarta: Mutiara Media), 54.
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Al-Genrindo) 167


Makalah Sejarah Peradaban Islam Di TURKI.....
yukz,.. mengenal turki lebih baikkzz,....

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Abad pertengahan di Eropa sering disebut zaman kemunduran jika dibandingkan dengan zaman klasik (Yunani-Romawi). Sebaliknya Negara-negara Arab pada abad pertengahan mengalami kemajuan, namun akhirnya negeri itu sedikit demisedikit mengalami kemerosotan.dalam bidang kebudayaan dan kekuasaan.
Setelah perang maladki pada tahun 463 H / 1071 M, yang dimenengkan oleh orang-orang saljuk dengan kemenangan yang paling gemilang atas Romawi, pengaruh kemenangan ini terus meluas ke negeri Anatolia dan kemudian jatuh ketangan mongolia.bersamaan lemahnya Mongolia, pemerintahan saljuk Romawi terpecah menjadi beberapa pemerintahan dengan kondisi yang lemah dan saling bertikai. Pemerintahan Usmaniyah lalu menguasainya pada waktu yang berbeda, kemudian menyatukan wilayah ini dibawah benderanya.
Rentang sejarah antara tahun 923-1342 H dari sejarah Islam merupakan masa Usmaniyah. Hal ini karena kekuasaan Usmaniyah merupakan periode terpanjang dari halaman sejarah Islam. Selama 5 abad pemerintahan Usmaniyah telah memainkan peran yang pertama dan satu-satunya dalam menjaga dan melindungi kaum muslim. Usmaniyah merupakan pusat khalifah Islam yang terkuat pada masa itu, bahkan merupakan Negara paling besar di dunia.
Sekalipun telah muncul pada tahun 699 H / 1299 M, namun pemerintahan ini belum menjadi khalifah. Orang-orang Usmaniyah belum mengumumkan kekhalifahan mereka, hingga akhirnya khalifah Abbasiyah di kairo menyerahkan kepada mereka kekhalifahannya pada tahun 923 H / 1517 M.
Di Negara- Negara Arab pada masanya, kerajaan turki usmani merupakan kerajaan terbesar dan peling lama berkuasa, bralangsung selama enam abad lebih (1281-1924 M). pada masa pemerintahan turki Usmani, para sultan bukan hanya merebut negri-negri Arab, tetapi juga seluruh wilayah kaukasus dan wina bahkan sampai ke balkan. Dengan demikian tumbuhlah pusat-pusat Islam di Trace, Mecodonia, dan sekitarnya.
Eksistensi kerajaan turki Usmani sangnat diperhitungkan oleh ahli-ahli politik barat. Hal ini didasarkan pada realita sejarah bahwa selama berabad-abad kekuasanya, turki telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan peradaban, baik dikawasan Negara-negara Arab, Asia bahkan Eropa.
B.  Rumusan masalah
1.    Sekilas tentang Turki
2.    Tokoh-tokoh dalam Turki
3.    Pemikiran tokoh
4.    Peradaban yang muncul
5.    relevansi





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Turki
Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar 814.578 kilometer persegi, 97% (790.200 km persegi) wilayahnya terletak di benua Asia dan sisanya sekitar 3% (24.378 km persegi) terletak di benua Eropa. Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara Timur dan Barat. Bangsa Turki diperkirakan berasal dari Asia Tengah. Secara historis, bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam, Arab dan Persia sebagai warisan dari Imperium Usmani dan pengaruh negara-negara Barat Modern. Hingga saat ini bangunan-bangunan bersejarah masa Bizantium masih banyak ditemukan di Istanbul dan kota-kota lainnya di Turki. Yang paling terkenal adalah Aya Sofya, suatu gereja di masa Bizantium yang berubah fungsinya menjadi masjid pada masa Khalifah Usmani dan sejak pemerintahan Mustafa Kemal hingga kini dijadikan musium[1].
Peradaban Islam dengan pengaruh Arab dan Persia menjadi warisan yang mendalam bagi masyarakat Turki sebagai peninggalan Dinasti Usmani. Islam di masa kekhalifahan diterapkan sebagai agama yang mengatur hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Allah SWT sebagai Khalik, Sang Pencipta, dan juga suatu sistem sosial yang melandasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam yang muncul di Jazirah Arab dan telah berkembang lama di wilayah Persia, berkembang di wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki dengan membawa peradaban dua bangsa tersebut. Perkembangan selanjutnya memperlihatkan pengaruh yang kuat kedua peradaban tersebut ke dalam kebudayaan bangsa Turki. Kondisi ini menimbulkan kekeliruan pada masyarakat awam yang sering menganggap bahwa bangsa Turki sama dengan bangsa Arab. Suatu anggapan yang keliru yang selalu ingin diluruskan oleh bangsa Turki sejak tumbuhnya nasionalisme pada abad ke-19. Selanjutnya arah modernisasi yang berkiblat ke Barat telah menyerap unsur-unsur budaya Barat yang dianggap modern. Campuran peradaban Turki, Islam dan Barat, inilah yang telah mewarnai identitas masyarakat Turki.
Masyarakat Indonesia mengenal Turki sebagai suatu negara berpenduduk mayoritas Muslim. Kita juga mengenal Turki sebagai bangsa yang pernah memimpin dunia Islam selama tujuh ratus tahun, dari permulaan abad ke-13 hingga jatuhnya Kekhalifahan Usmani pada awal abad ke-20. Fenomena kehidupan masyarakat Turki menjadi menarik ketika negara Turki yang berdiri tahun 1923 menyatakan sebagai sebuah negara sekuler, di mana Islam yang telah berfungsi sebagai agama dan sistem hidup bermasyarakat dan bernegara selama lebih dari tujuh abad, dijauhkan peranannya dan digantikan oleh sistem Barat.
B. Asal Mula Kerajaan Turki Ustmani
Bangsa Turki mempunyai dua dinasti yang berhasil mengukir sejarah dunia. Pertama, dinasti turki saluk dan kedua dinasti turki utsmani. Namun akhirnya kerajaan turki saljuk hancur oleh seragan pasukan mongol, yang nantinya merupakan moment terbentuknya dinasti turki utsmani[2].
Kerajaan Turki Usmani muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan. Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai digerakkannya ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu mereka. keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut.
Pendiri dari kerajaan Turki ini adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus salah satu anak suku Turki yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana (maa wara al-Nahr). Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol Pada abad ke-13 saat Chengis Khan mengusir orang-orang Turki dan Khurasan dan sekitarnya. Kakeknya Usman, yang bernama Sulaeman bersama pengikutnya bermukim di Asia Kecil. Setelah reda serangan Mongol terhadap mereka, Sulaeman menyeberangi Sungai Efrat (dekat Allepo). Namun, ia tenggelam empat putera Sulaeman yang bernama, Shunkur, Gundogdur, al-Thugril, dan Dundar. Dua puteranya yang pertama kembali ke tanah air mereka. Sementara dua yang terakhir bermukim didaerah Asia Kecil.[3]
 Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdikan dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium.
Pada tahun 1288 Erthogrol meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman. Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan Broessa dapat ditaklukkan. Keberhasilan Usman ini membuat Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada Usman. Bahkan Usman diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jum’at. Penyerangan Bangsa Mongol pada tahun 1300 ke wilayah kekuasaan Saljuk Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris kesultanan. Dalam keadaan kosong itulah, Usman memerdekakan wilayahnya dan bertahan terhadap serangan bangsa Mongol. Usman memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan Usmani.
Pada awalnya Kerajaan Turki Usmani hanya memiliki wilayah yang sangat kecil, namun dengan adanya dukungan militer, tidak berapa lama Usmani menjadi kerajaan yang sangat besar dan bertahan dalam kurun waktu yang lama. Setelah Usmani meninggal pada 1326, puteranya Orkhan (Urkhan) naik tahta pada Usia 42 tahun. Pada periode ini tentara islam pertama kali masuk Eropa. Orkhan berhasil mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama tentara. Pertama tentara sipahi (tentara reguler) yang mendapatkan gaji pada tiap bulannya. Kedua, tentara Hazeb (tentara ireguler) yang digaji pada saat mendapatkan harta rampasan perang  (Mal al-Ghanimah). Ketiga tentara jenisari direkrut pada saat berumur 12 tahun, kebanyakan adalah anak-anak kristen yang dibimbing Islam dan disiplin yang kuat.[4]
Sejak saat itu, dalam sejarah Islam terdapat dua jabatan penting yang dikuasai oleh seorang penguasa. Yaitu, sebagai sultan untuk kekuasaan Turki dan sebagai khalifah bagi seluruh dunia Islam. Sepeninggal Salim I digantikan Sulaiman Agung 1520-1566 M, ia sebagai penguasa Usmani yang berhasil membawa kejayaan Islam. Ia dijuluki sebagai Sulaeman al-Qanuni. Sulaeman bukan hanya sultan yang paling terkenal dikalangan Turki Usmani, akan tetapi pada awal ke-16 ia adalah kepala negara yang paling terkenal di dunia. Ia seorang penguasa yang saleh, ia mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa dibulan Romadhon, jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sangsi badan. Sulaiman juga berhasil menerjemahkan al-Qur’an dalam bahasa turki.[5]
Sekitar dua pertiga abad setelah didirikan di Anatolia pada 1300 dengan mengorbankan kekaisaran Bizantium, dan didirikan di atas reruntuhan kerajaan Saljuk, kerajaan Turki Utsmani hanyalah sebuah emirat di daerah perbatasan. Negara ini selalu diliputi suasana peperangan dan pada saat itu senantiasa dalam keadaan genting. Ibukota negara ini, pertama kali didirikan pada 1326, adalah Brusa (Bursa). Mendekati 1366, emirat itu telah berkembang lebih stabil, mendapatkan pijakan yang lebih kokoh di daratan Eropa, dan berkembang menjadi sebuah kerajaan besar dengan Adrianopel (Edirna) sebagai ibukotanya. Penaklukan Konstantinopel pada 1453 yang dipimpin oleh Muhammad II, Sang Penakluk (1451-1481) secara formal mengantarkan negara ini pada satu era baru yaitu era kerajaan.[6]
B.  Periode kerajaan utsmani
Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan[7].
Dalam hal ini, Syafiq A. Mughni membagi sejarah kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:
1.    Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
2.    Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
3.    Periode ketiga (1566-1699), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
4.    Periode keempat (1699-1838), periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
5.    Periode kelima (1839-1922) periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.
D. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Turki
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuan-kemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat diraihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M) (Yatim, 2003:133-134).
Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.
Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya dalam bidang pendidikan.
Salah satu lembaga yang maju pada masa turki usmani adalah madrasah, didorong dengan mempelajari beragam ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan berserak saat berlangsungnya pemerintahan Turki Usmani. Salah satunya adalah madrasah. Bukan hanya kuantitas bangunan yang menjadi perhatian, juga kualitas pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal ini adalah perumusan kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan di madrasah berkembang secara dinamis menuju ke arah lebih baik. Salah satu hal yang berlaku dalam proses pengajaran di madrasah Turki Usmani adalah mendorong para siswa untuk mengakses sebanyak mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu.
Hal ini merupakan uraian perinci dari tujuan utama pendirian lembaga pendidikan berupa madrasah. Yaitu, melahirkan siswa Muslim yang memiliki banyak pengetahuan dan memegang teguh nilai-nilai moral yang baik dan benar. Madrasah digiring untuk menciptakan para siswa yang pandai sekaligus baik hati dan berbudi luhur. Pada masa pemerintahan Sultan Suleiman, terdapat kode hukum yang menjabarkan secara umum mengenai tujuan pendidikan.Disebutkan dalam kode hukum itu bahwa tujuan pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan membangun sebuah negara yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini akan menjamin kelestarian, ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan lainnya, pendidikan menjadi sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Lalu, mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan, bakat, dan agama, hingga akhirnya para siswa memiliki kapasitas yang baik. Sejumlah sumber menyebutkan mengenai penetapan tujuan dan kurikulum pendidikan di madrasah itu. Di antaranya, berasal dari cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada abad ke-16. Bahkan, ia merupakan seorang pengajar di madrasah.
E. Peradaban Pada Masa Kerajaan Turki
            Kerajaan Turki usmani merupakan salah satu kerajaan Islam yang bertahan lama yang mampu mengembangkan peradaban dalam berbagai hal. Selain pembangunan dalam bentuk fisik, perkembangan pesat juga terjadi dalam hal pemikiran[8].
1.    Pada bidang militer dan pemerintahan  
1)   Adanya Akademi militer sebagai  pusat pendidikan dan pelatihan
2)    Terbentuknya tentara tangguh Jenissari dan Taujiah
3)    Adanya Kitab Muqtadha Al-Abhur, sebagai UU Pemerintahan.
2.    kemajuan dibidang ilmu pengetahuan
Pada Bidang Ilmu Pengetahuan dan seni budaya Sebab Turki Usmani Kurang Fokus terhadap ilmu pengetahuan, maka Bidang ilmu pengetahuan pun kurang menonjol tidak seperti  Dinasti islam sebelumnya. Adapun beberapa  tokoh termasyhur dari  beberaa disiplin ilmu yang muncul kala itu, di antaranya :
1)   Abdulrauf Al Manawy dan Abdul Wahab Syarany , sebagai ahli hadis dan tasawuf.
2)   As-Shadar bin Abdurrahman al Akhdhary, sebagai ahli Filsafat dan mantiq.
3)    Daud Inthaqy dan Sahabudin bin Salamah Qaliyuby, ahli dalam bidang kedokteran. 
4)   Ibnu Hasan Samarkandy, sebagai ahli ilmu politik.
5)    Qari al Harawy, sebagai ahli musik. 
6)   Ibnu Diba az Zabidy dan Abdul Ghani an Nablusy, sebagai ahli sejarah.
7)    Aisyah Bauniyah dan Ali Khan, sebagai ahli sastra.
8)    Abdul Qadir Baghdady dan Az Zabidy, sebagai ahli bahasa.
9)   Muammar Sinan, sebagai ahli di bidang arsitektur.
10)                   Musa Azam, sebagai ahli seni.
Adapun mengenai budaya sosial, budaya Turki Usmani  sangat di pengaruhi oleh tiga budaya. Dari kebudayaan persia mereka mengambil ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana. Ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi , sosial,kemasyarakatan, dan keilmuan mereka mengambil dari Bangsa Arab. Sedangkan pemerintahan dan organisasi kemiliteran mereka banyak dapat dari Bizantium.
Dalam menjalankan ilmu pemerintahan, pemimpin turki Usmani menggunakan dua gelar sekaligus: khalifah dan sultan. Khalifah sebagai simbol penguasa dunia dan khalifah juga symbol sebagai penguasa spritual (agama). Secara praktis, pemimpin turki Usmani memiliki dua pembantu utama.
1.    Mufti atau Syaykh al-Islam yang berwenang mewakili pemimpin turki Usmani dalam melaksanakan wewenang spiritual.
2.    Shadhr al- A’zham (perdana mentri) yang berwenang mewakili pemimpin Turki Usmani dalam melaksanakan duniawi.
Ulama dan sejumlah karyanya yang dihasilkan pada masa Turki Usmani adalah:
1.      Mustafa Ali (1541-1599), ahli sejarah. Diantara karyanya adalah Kunh al-Akhbar, yang berisi sejarah dunia dari Adam As sampai Yesus, sejarah Islam awal hingga Turki Usmani.
2.      Evliya Chelebi (1614-1682), ahli ilmu sosial. Diantara karyanya adalah Seyabat Name (buku pedoman perjalan) yang berisi tentang masyarakat dan Turki Usmani.
3.      Arifi (1561), sejatawan istana. Diantara karyanya adalah Shah-name –I al-Osman yang berisi cerita tentang keluarga raja-raja Usmani.
Selain meninggalkan buku-buku sebagai kekayaan sejarah, Turki Usmani juga meninggalkan sejumlah bangunan yang memperlihatkan keunggulan penguasaan teknologi pada zamannya. Masjid Aya Sophia, Masjid Agung Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid Abu Ayub Al-Anshari, masjid Byazid dan masjid Sulaiman al-Qanuni, merupakan masjid yang berasitektur tinggi dengan menggunakan “kubah batu” yang menggambarkan persaingan antara Islam dengan Kristen.
3.  Pada bidang Keagamaan 
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat di golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itru, ajaran ajaran thorikot berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Usmani.
1)   Adanya jabatan Mufti sebagai Pejabat urusan agama tertinggi, yang memiliki kuasa legitimasi dalam hukum kerajaan.
2)   Dalam bidang Tasauf berkembang tiga tarekat besar yang memberikan dukungan kuat bagi kerajaan:
a)    Tarekat Baktasyi, Tarekat ini dibawa oleh Ahmad Yasawi (1169 M) dan pengikutnya pernah menjadi tentara yang sangat tangguh dalam berbagai penaklukan yang dilakukan oleh kerajaan Turki Usmani.
b)   Tarekat Maulawiyah, tarekat ini dibawa oleh Jalaluddin Rumi (1273 M), ia memperkenalkan sama’, sebuah tarian untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan zikir tertentu.
c)    Tarekat Naqsabandiyah, tarekat ini memperkenalkan zikir khafi (diam/tidak bersuara) dan masih berkembang sampai saat ini.
4. Pada bidang Ekonomi
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya: Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun. Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu.
5.  Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, dinasti ini mendirikan sejumlah madrasah. Madrasah yang pertama didirikan adalah di Inzik (1331 M) dengan medatangkan pengajaran dari Iran dan Mesir. Madrasah berikutnya didirikan di Bursa, Edirne dan Istanbul. Madrasah di Turki Usmani dibentuk dengan memperlihatkan jenjang dan materi ilmu yang diajarkan adalah bahasa Arab, Nahwu,  Sharaf, mantik, teologi, hukum, astronomi, geometri dan retorika.

Orang Turki terkenal pandai berbaur dengan masyarakat bangsa-bangsa lain, mereka terbuka dengan berbagai kebudayaan. Sementara itu Usmani mempunyai wilayah kekuasaan yang sangat luas. Maka, latar belakang ini menyebabkan kebudayaan Usmani bercorak pluralistik. Diamna antara dipusat dengan didaerah, atau antara didaerah lai, bisa berbeda. Diantara unsur kebudayaan yang paling menonjol disana adalah kebudayaan Persia, Bizantine, dan Arab. Kebudayaan persia lebih banyak menyumbangkan aspek-aspek etika terutama etika kehidupan istana. Sedang kebudayaan Bizantine lebih menonjolkan organisasi pemerintahan dan kemiliteran. Ajaran-ajaran tentang ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan bahasa diambil dari bangsa Arab.[9] Sebagai  bangsa yang berdarah militer, Usmani lebih menonjolkan kegiatan dibidang kemiliteran, sedangkan dalam bidang ilmu pengetahuan tidak begitu menonjol. Meskipun demikian, dalam batas-batas tertentu seni arsitektur Islam tidak luput dari perhatian Usmani. Masjid jami’ Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub al-Anshari dibangun dengan mempertimbangkan unsur-unsur seni seperti hiasan kaligrafi Arab yang indah.
Dalam bidang keagamaan, Usmani sangat memperhatikan kehidupan keagamaan dimasyarakat. Khususnya dalam aspek-aspek sosial keagamaan dan pelaksanaan hukum-hukum Agama. Kekhalifahan ini lebih bercorak keagamaan, sehingga ia sendiri sangat terikat dengan syari’at sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Ulama menjadi sangat penting, khususnya ketika masa-masa kejayaan Usmani. Dari sisi ilmu-ilmu Agama, sebenarnya kurang berkembang, justru sebaliknya, kehidupan bermadzhab lebih menonjol sebagai salah satu tanda bahwa masyarakat merasa cukup dengan ilmu-ilmu agama yang pernah dibangun oleh para ulama terdahulu dimasa Bani Abbas.
A.  Faktor-Faktor Yang Mempengarui Kemunduran Dan Kejatuhan Turki Utsmani
1. Wilayah kekuasaan yang terlalu luas
 Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan Usmani, menyebabkan pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa mengabaikan penataan sistem pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri[10].
2.   Heterogenitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan, mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk, maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca Sulaiman tidak memiliki administrasi pemerintahan yang bagus di tambah lagi dengan pemimpinpemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangsai yang jelek.
3.   Kelemahan para penguasa
Penguasa yang tidak cakap Setelah sultan Sulaiman II al-Qanuni. Kelemahan ini lebih disebabkan masuknya sikap hedonisme di kalangan istana, seperti suka bermewah-mewahan, minum-minuman kras, dan wanita penghibur, hal ini menimbulkan perselisihan dilingkungan istana.
4.   Budaya Pungli
         Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
5.   Pemberontakan-Pemberotakan Tentara Jenissari
Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.
6.   Merosotnya Ekonomi
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian kerajaan Turki pun merosot
7.   Kurang berkembangnya ilmu pengetahuan 
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.




Para Sultan dan Khalifah Pemerintahan Usman (699-1342 H / 1299-1923 M)[11].
NO
NAMA PENGUASA
AWAL MASA KEKUASAAN
1
Utsman bin Ortoghal
699 H/1299
2
Urkhan bin Utsman
726 H/1325 M
3
Murad bin Aurkhan
761 H/1359 M
4
Bayazid bin Murad
791-805H/1389-1402M
5
Muhammad I bin Bayazid
816 H/1413 M
6
Murad II bin Bayazid
824 H/1421 M
7
Muhammad II (al-Fatih)
855 H/1451 M
8
Bayazid bin Muhammad
886 H/1481 M
9
Salim I bin Bayazid
918 H/1512 M
10
Sulaiman (al-Qonuni) bin Salim
926 H/1519 M
11
Salim II bin Sulaiman
974 H/1566 M
12
Murad III bin Salim
982 H/1574 M
13
Muhammad III bin Murad
1003H/1594 M
14
Ahmad I bin Muhammad
1012 H/1603 M
15
Musthafa bin Muhammad
1026 H/1617 M
16
Utsman II bin Ahmad
1027 H/1617 M
17
Mustafa I (kali kedua)
1031 H/1621 M
18
Murad IV bin Ahmad
1032 H/1622 M
19
Ibrahim I bin Ahmad
1049 H/1639 M
20
Muhammad IV bin Ibrahim
1058 H/1648 M
21
Sulaiman II bin Ibrahim
1099 H/1687 M
22
Ahmad II bin Ibrahim
1102 H/1690M
23
Mustafa II bin Muhammad
1106 H/1694 M
24
Ahmad II bin Muhammad
1115 H/1703 M
25
Mahmud I bin Mustafa
1143 H/1730 M
26
Utsman III bin Mustafa
1168 H/1754 M
27
Mustafa III bin Ahmad
1171 H/1757 M
28
Hamid I bin Ahmad
1187 H/1173 M
29
Salim III bin Mustafa
1203 H/1788 M
30
Mustafa IV bin Abd. Hamid
1222 H/1807M
31
Mahmud II bin Abd. Hamid
1223 H/1807 M
32
Abd. Majid I bin Mahmud
1557 H/1839 M
33
Abdul Aziz bin Muhammad
1277 H/1860 M
34
Murad V bin Abd. Majid
1293 H/1876 M
35
Abd. Hamid II bin Abd. Majid
1293 H/1877 M
36
Muhammad Rasyad bin Abd. Majid
1328 H/1910 M
37
Muhammad Wahiduddin bin Abd. Majid
1336 H/1918 M
38
Abd. Majid bin abd. Aziz
1340-342 H/1921-1923 M

BAB III
KESIMPULAN
Kerajaan Turki usmani di dirikan oleh bangsa pengembara Turki dari kabilah Orguz yang mendiami daerah Asia tengah atau daerah utara Cina. Kemenangan  dalam setiap pertempuran banyak di raih Usman sehingga Sultan pun semakin  bersimpati dan banyak  memberi  hak istimewa pada Usman. Hingga pada tahun 1300 M,  bangsa Mongol menyerang  dan  mengakibatkan Sultan Alauddin II terbunuh  dengan tampa meninggalkan putra sebagai pewaris   tahta, Sebab itu  Usman pun memproklamirkan kemerdekaan sebagai  Padisyah Al Usman dalam   kesultanan Usmani.
 Melalui pujangga-pujangga turki Utsmani ini maka perluasan wilayahpun sangat pesat dari semenanjung Balkan daulah Usmaniyah melebarkan sayapnya kesebelah Timur sehingga dalam waktu singkat seluruh Persia dan Irak yang dikuasai daulah Safawiyah yang beraliran Syi’ah dapat direbut dan juga kedaerah-daerah lain.
Kemunduran kerajaan Turki Utsmani ini berawal Sultan Salim II (1566-1573 M) yang mana sejarah mencatat sebagai titik awal masa kemunduran Kerajaan Turki Usmani setelah Berkuasa lebih dari  2 setengah  abad. Pada masa pemerintahan Salim II,  Terjadi pertempuran dengan Armada Laut Kristen yang di Pimpin oleh Don Juan dari Spanyol di Selat Liponto Yunani. Turki Usmani Kalah yang mengakibatkan Tunisia dapat di rebut Musuh.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul M. Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Hasan Abu’l Ali al-Nadwi. Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1988.
K. Philip Hitti. History Of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008.
Nurhakim Moh. Sejarah Dan Peradaban Islam. Malang: UMM Press, 2004.







[1] file:///H:/kemalisme, budaya dan negara turki.html.
[2] Moh. Nurhakim, Sejarah Dan Peradaban Islam (Malang, UMM Press, 2004), 132.
[3] Ahmad Syafii Maarif, Sejarah pemikiran dan peradapan Islam,(Yogyakarta:PUSTAKA BOOK PUBLISHER,2007), 310.
[4] Ahmad Syafii Maarif, Sejarah pemikiran dan peradapan Islam,(Yogyakarta:PUSTAKA BOOK PUBLISHER,2007),311
[5] Ahmad Syafii Maarif, Sejarah pemikiran dan peradapan Islam,(Yogyakarta:PUSTAKA BOOK PUBLISHER,2007),314
[6] Philip K. Hitti, History of the Arabs,(Jakarta:PT. SERAMBI ILMU SEMESTA, 2002)905-906
[7] file:///H:/kemalisme, budaya dan negara turki.html.
[8] file:///H:/peradaban-islam-pada-masa-kerajaan.html
[9] Moh.Nurhakim,Sejarah dan Peradapan Islam,(Malang:UMM Press,2004),135
[10] Moh.Nurhakim,Sejarah dan Peradapan Islam,(Malang:UMM Press,2004),137.
[11] file:///H:/peradaban-islam-pada-masa-kerajaan.html